Daud Ismail kecil mulai belajar al-Qur’an pada
orang tuanya sendiri yaitu H. Ismail (yang biasa dipanggil dengan katte Maila)
di bawah rumahnya dan pada seorang perempuan yang bernama Maryam. Rasa dahaga
yang tak kunjung terobati serta ketidak puasan untuk mendalami ajaran islam,
memaksa Anregurutta untuk selalu mencari ulama yang mumpuni guna menghilangkan
dahaganya. Setelah melakukan pengembaraan intelektual di beberapa tempat,
terdengarlah kabar kedatangan seorang ulama jebolan Mekah bernama Anregurutta Muhammad
As’ad yang mengadakan kegiatan mangaji tudang atau yang lazim dikenal dengan
halakah serta mendirikan madrasah yang bernama MAI (Madrasah al-’Arabiyah
al-Islamiyah). Di bawah asuhan Anregurutta Muhammad As’ad, Daud Ismail menjadi
salah satu murid senior yang menonjol, hingga menjadi pimpinan Madrasah
al-’Arabiyah al-Islamiyah sepeninggal Anregurutta Sade. Sebagai penghargaan
kepada Anegurutta Muhammad As’ad, Daud Ismail mengganti nama pondok ini dengan
nama As’adiyah.
Senin, 12 September 2022
Daud Ismail kecil mulai belajar al-Qur’an pada orang tuanya sendiri yaitu H. Ismail
Al- Munir menjadi karya teragung yang pernah ditulis oleh Anregurutta, hal ini terbukti dengan beberapa indikator. Mislanya, kitab masih terus dicetak hingga hari ini, dibaca dalam mangaji tudang di pesantren, serta banyaknya karya tulis baik berupa skripsi, tesis, disertasi, jurnal maupun artikel yang concern dengan tema seputar al- Munir.
Berdasarkan wawancara Muhyiddin Tahir kepada Safaruddin, salah seorang yang dipercaya untuk menuliskan teks tafsir al- Munir bahwa pemilihan kata ini agar memberi sinar keislaman bagi masyarakat, utamanya masyarakat di daerah Bugis yang bisa membaca tafsir berbahasa bugis.
Tafsir al-Munir adalah kitab tafsir lengkap 30 juz yang ditulis oleh Anregurutta Daud Ismail pada tahun 1980 dan selesai pada tahun 1987. Kitab tafsir ini ditulis dengan bahasa Bugis menggunakan aksara Lontara sebanyak 10 jilid.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar