Islam Nusantara adalah sebuah Tipologi (khashāish), dalam hal ini serupa kedudukannya dengan madzhab tapi bukan madzhab.
Kenapa Ia serupa dengan madzhab? Sebab Islam Nusantara tidak merubah hakikat dari Islam itu sendiri. Melainkan lebih pada kekhususan metode dan cara pandang ummat Islam di Nusantara dalam berdakwah dan berinteraksi (bermuamalah), dimana ditekankan pada pendekatan budaya dan kultur Nusantara.
Kenapa ia bukan Madzhab? Karena memang ia bukan hal baru yang sejajar dengan madzhab² yang ada, baik itu madzhab Aqidah maupun madzhab Fiqhi. Islam Nusantara bukan metode berakidah yang baru, yang berbeda dengan madzhab-madzhab Aqidah yang lain, ia bukan juga metode beribadah yang baru yang berbeda dengan madzhab² Fiqhi yang lain. Melainkan ia adalah metode dan cara pandang berIslam khas Nusantara, Bahkan Islam Nusantara berhaluan pada salahsatu diantara madzhab-madzhab yang ada.
Dalam madzhab Aqidah, Islam Nusantara mengikuti madzhab Ahlussunah Waljamaah (Abu Hasan al-Asy'ari & Abu Mansur al-Maturidi).
Dalam madzhab Fiqhi, Islam Nusantara mengikuti salah satu diantara Al-madzhāhib al-arba'ah (Hanbali, Maliki, Syafi'i, Hanafi).
Diantara ciri khas Islam Nusantara bisa dilihat dari metode dakwah para Wali Songo di pulau Jawa, cara dakwah Tiga Datuk di Pulau Sulawesi, dan Ulama-ulama Nusantara terdahulu. Dimana mereka menggunakan Budaya sebagai bagian dari cara dakwah dan cara berislam tanpa menghapus nilai-nilai Islam yang murni.
Budaya sebagai kekayaan lokal Nusantara yang sangat dekat dengan manusia-manusia digunakan oleh para ulama mendakwahkan memperkenalkan Islam tanpa menghapus budaya itu dan tanpa mengurangi hakikat Islam. Pada akhirnya Islam tertanam didalam jiwa masyarakat Nusantara melalui kebudayaan yang sudah terdahulu mendarah daging didalam jiwa dan raga mereka.
Ringkasnya, Islam Nusantara adalah sebuah Istilah yang mencounter Ummat Islam Indonesia dari paham-paham Radikalisme dan Liberalisme yang selama ini terlalu anti budaya, ia adalah sebuah khazanah baru dalam berislam khas Nusantara tanpa menggerus dan tanpa merubah hakikat Islam.
Maka jelas bahwa perkataan-perkataan yang serupa dengan "kenapa mesti ada Islam Nusantara? Kenapa bukan Islam saja, Islam yah Islam, nggak perlu pakai embel-embel Nusantara" adalah Sebuah ekspresi Sesat Logika.
Sama halnya mereka bertanya "kenapa mesti ada Islam Ahlussunah Waljamaah? Kenapa bukan Islam saja, Islam yah Islam, nggak perlu pakai embel-embel Ahlussunah Waljamaah".
Ahmad Syukur Ibnu Tepu
Founder & CEO Santri As'adiyah
0 Komentar