TAFSIR AL-MUNIR DARI TANAH BUGIS

Al- Munir menjadi salah satu nama populer bagi para mufassir dan pengkaji tafsir. Hal ini terbukti dengan adanya sejumlah kitab tafsir yang dinamai ‘al- Munir’. Dari Timur-Tengah, Syekh Wahbah Zuhaili yang dianggap sebagai seorang faqih dan mufassir menamai salah satu tafsirnya dengan ‘al- Munir’. Sedangkan dari tanah Nusantara, Syekh Nawawi al-Bantni dan Anregurutta Daud Ismail al-Bugisi juga turut menulis master piece dengan nama yang serupa. Nama yang terakhir ini, dianggap sebagai ulama pertama dari Tanah Bugis yang berhasil menorehkan tinta emas dengan karya tafsir 30 juz berbahasa bugis.

Sekilas tentang Anregurutta Daud Ismail dan tafsir al- Munir

Anregurutta adalah gelar kehormatan bagi seorang ulama Bugis yang diakui kedalaman ilmu dan ketinggian luhurnya. Gelar ini sepadan dengan sapaan kiyai di tanah Jawa, tuan guru di NTB, buya di tanah Sumatra ataupun gelar-gelar lain sesuai dengan sosio-cultural dan letak geografisnya.
Anregurutta Daud Ismail yang sering disapa dengan H. Dauda lahir pada tanggal 30 Desember 1908 M di Cenrana Kab. Soppeng Provinsi Sul-Sel serta wafat pada 22 Agustus 2006 di RS Hikmah Makassar. H. Dauda punya sebelas orang saudara dari pasangan H. Ismail bin Baco Poso dan Hj. Pompala binti Latalibe yang berasal dari kampung yang sama. Ayahnya adalah seorang petani, guru ngaji sekaligus seorang katte dan parewa syāra di distrik Soppeng, sementara ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Kedua orang tuanya adalah orang yang terpandang dan tokoh masyarakat.

Daud Ismail kecil mulai belajar al-Qur’an pada orang tuanya sendiri yaitu H. Ismail (yang biasa dipanggil dengan katte Maila) di bawah rumahnya dan pada seorang perempuan yang bernama Maryam. Rasa dahaga yang tak kunjung terobati serta ketidak puasan untuk mendalami ajaran islam, memaksa Anregurutta untuk selalu mencari ulama yang mumpuni guna menghilangkan dahaganya. Setelah melakukan pengembaraan intelektual di beberapa tempat, terdengarlah kabar kedatangan seorang ulama jebolan Mekah bernama Anregurutta Muhammad As’ad yang mengadakan kegiatan mangaji tudang atau yang lazim dikenal dengan halakah serta mendirikan madrasah yang bernama MAI (Madrasah al-’Arabiyah al-Islamiyah). Di bawah asuhan Anregurutta Muhammad As’ad, Daud Ismail menjadi salah satu murid senior yang menonjol, hingga menjadi pimpinan Madrasah al-’Arabiyah al-Islamiyah sepeninggal Anregurutta Sade. Sebagai penghargaan kepada Anegurutta Muhammad As’ad, Daud Ismail mengganti nama pondok ini dengan nama As’adiyah.


Al- Munir menjadi karya teragung yang pernah ditulis oleh Anregurutta, hal ini terbukti dengan beberapa indikator. Mislanya, kitab masih terus dicetak hingga hari ini, dibaca dalam mangaji tudang di pesantren, serta banyaknya karya tulis baik berupa skripsi, tesis, disertasi, jurnal maupun artikel yang concern dengan tema seputar al- Munir.

Berdasarkan wawancara Muhyiddin Tahir kepada Safaruddin, salah seorang yang dipercaya untuk menuliskan teks tafsir al- Munir bahwa pemilihan kata ini agar memberi sinar keislaman bagi masyarakat, utamanya masyarakat di daerah Bugis yang bisa membaca tafsir berbahasa bugis.
Tafsir al-Munir adalah kitab tafsir lengkap 30 juz yang ditulis oleh Anregurutta Daud Ismail pada tahun 1980 dan selesai pada tahun 1987. Kitab tafsir ini ditulis dengan bahasa Bugis menggunakan aksara Lontara sebanyak 10 jilid.

Tafsir al-Munir ditulis dengan menggabungkan beragam metode antara lain; metode tahlili, yaitu menerjemahkan dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an mulai dari awal surah al-Fatihah hingga akhir surah al-Nas secara berurutan. Terkadang beliau mengutip penafsiran dari mufassir ternama kemudian mengkomparasikannya, sehingga bisa juga dikatakan menggunakan metode muqaran meskipun hanya sekali-kali. Dalam menafsirkan sebuah tema yang terdapat pada suatu atau beberapa kelompok ayat, terkadang beliau mengaitkannya dengan ayat lain. Metode ini adalah mengumpulkan ayat-ayat yang terkait dengan tema tertentu yang lazim disebut dengan tafsir maudhu’i. Dalam kaitan ini, beliau telah menggunakan sistem penulisan modern dengan referensi silang atau cross-reference.

Anregurutta Daud Ismail menyebutkan sumber-sumber rujukannya dalam awal jilid tafsirnya antara lain: tafsir al-Maraghi karya Ahmad Musthafa al-Maraghi (w. 1371 H), tafsir al-Jalalain karya Jalal al-Din Muhammad al-Mahalli (w. 864 h) dan Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman al-Suyuthi (w. 911 H), Hāsyiyah al-Ṣāwi ʻalā Tafsīr al-Jalālain karya Syaikh al-Ṣāwi al-Maliki (w. 1241 H), tafsir al-Qur’an al-‘Adhim karya Abu al-Fida Imail bin Umar al-Quraisyi bin Katsir al-Bashri al-Dimasyqi (w. 774 H), tafsir Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ayi al-Qur’an karya Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid al-Thabari (w. 224 H), tafsir Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil karya Nasr al-Din al-Baidhawi (w. 685 H), tafsir al-Dur al-Mantsur karya Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman al-Suyuthi (w. 911 H) dan tafsir yang lain .

Tujuan utama dari penulisan kitab tafsir ini antara lain; mengisi kekosongan kitab tafsir 30 juz yang ada di tanah Bugis, agar orang-orang Bugis dapat membaca dan memahami ajaran-ajaran al-Qur’an dengan lebih mudah dengan adanya kitab tafsir yang ditulis dengan bahasa ibu mereka, memberi informasi kepada suku-suku lain yang ada di Indonesia bahwa bahasa Bugis memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan bahasa lain yang digunakan di seluruh dunia dan agar buku terjemah dan tafsir ini menjadi pedoman dan petunjuk bagi generasi mendatang. Semoga akan lahir Daud Ismail yang lain dari tanah Bugis.


KM. Jamaluddin, S.H.I

Posting Komentar

3 Komentar